Analisis Hukum Terhadap Judicial Review Pasal 268 AYAT 3 KUHAP ditinjau dari UUD 1945

PRIYONO, ADI (2013) Analisis Hukum Terhadap Judicial Review Pasal 268 AYAT 3 KUHAP ditinjau dari UUD 1945. Other thesis, Untag 1945 Surabaya.

[img] Text
Abstrak (2).pdf

Download (412kB)
[img] Text
BAB I.pdf

Download (729kB)
[img] Text
BAB II.pdf

Download (364kB)
[img] Text
BAB III.pdf
Restricted to Repository staff only

Download (392kB)
[img] Text
BAB IV.pdf

Download (253kB)

Abstract

Indonesia sebagai Negara hukum yang berdasarkan pancasila dan UUD 1945, memberikan kesempatan dan keleluasan kepada pencari keadilan untuk berdasarkan hukum dan melalui saluran hukum yang benar berusaha atau berupaya mengajukan rasa tidak/kurang puas atas putusan hakim tersebut dengan memohon untuk diuji kembali, upaya inilah yang dalam hukum disebut sebagai “UPAYA HUKUM”Setelah proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia , lembaga peninjauan kembali tersebut pertama kali mendapat dasar hukum sebagaimana diatur dalam pasal 15 Undang-Undang Pokok Kekuasan Kehakiman yang lama (Undang-Undang No. 19 Tahun 1964). Selanjutnya di dalam Undang-Undang No. 13 Tahun 1965 tentang Pengadilan Dalam Lingkungan Peradilan Umum dan Mahkamah Agung, yang merupakan peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang No. 19 Tahun 1964 tersebut, lembaga peninjauan kembali mendapat penegasan lagi seperti dinyatakan dalam pasal 31 dan paasal 32. Kedua pasal ini menunjukkan bahwa Mahkamah Agung diberi wewenang dan tugas untuk memeriksa permohonan peninjauan kembali terhadap putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Pasal 263 ayat 1 Kitab Undang-Undang hukum Pidana (KUHAP) mengatur “ terhadap putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, kecuali putusan bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum, terpidana atau ahli warisnya dapat mengajukan permintaan peninjauan kembali kepada Mahkamah Agung”. Berdasarkan Pasal 263 ayat 1 KUHAP, pihak-pihak yang dapat mengajukan upaya hukum peninjauan kembali (PK)/Herziening adalah terpidana ataupun keluarga maupun ahli waris dari si terpidana. Namun, selain terpidana dan ahli warisnya, kuasa hukum terpidana diperbolehkan juga untuk mengajukan upaya hukum peninjauan kembali (PK)/Herziening. Antasari Azhar Menyatakan Pasal 268 ayat (3) KUHAP yang berbunyi ‘Permintaan PK atas suatu putusan hanya dapat dilakukan satu kali saja’ bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat kecuali jika dimaknai terhadap alasan ditemukannya bukti baru berdasarkan pemanfaatan iptek, Pasal 268 ayat (3) KUHAP yang membatasi pengajuan peninjauan kembali (PK) hanya sekali. Antasari merasa dirugikan hak konstitusionalnya lantaran ketentuan itu menutup ruang mengajukan PK lebih dari sekali untuk mencapai keadilan yang ia harapkan. Keadilan belum terwujud , apakah itu yang sebetulaya dimaksud Pasal 268 ayat (3) KUHAP. Antasari mengakui Pasal 268 ayat (3) KUHAP memang menegaskan pengajuan permohonan PK hanya boleh diajukan sekali. Saat masih aktif sebagai jaksa, Antasari memahami bahwa larangan PK lebih dari sekali adalah demi kepastian hukum.

Item Type: Thesis (Other)
Uncontrolled Keywords: Pidana
Subjects: K Law > K Law (General)
K Law > KZ Law of Nations
Divisions: Fakultas Hukum
Depositing User: Users 9 not found.
Date Deposited: 23 May 2018 14:22
Last Modified: 25 May 2018 10:45
URI: http://repository.untag-sby.ac.id/id/eprint/409

Actions (login required)

View Item View Item